Thursday, August 29, 2013

My name is Seceng & this is my story

Selulus dari peruri aku langsung jatuh ke tangan berlumpur tukang gali selokan yang masih ngosngosan terima gaji harian di kamis sore. Secepat bajing loncat setelah itu aku sudah pindah tangan lagi ke tangan tukang es doger. Tampang perlenteku yang barusan masih necis langsung ternoda oleh lumpur dan keringat para pekerja keras penghuni negeri kaya raya ini.

Perkenalkan namaku Duit Seceng alias duit serebu perak. Akulah mata duit (mata uang maksudnya) yang paling popular. Paling laris keluar dari dompet di prapatan lampu merah, di kedai kopi pinggir jalan, di pasar tradisional, di tempat jajan sekolahan hingga ke dalam angkutan umum sejenis angkot, ojeg, beca hingga anglingdes sampai odong odong.

Biasalah, tarif normal di kawasan itu masih seputar jenis ku bukan kelasnya si goceng, ceban, goban, palagi si ceuPek bergambar proklamator. Untungnya jadi popular, adalah panjangnya perjalanan yang kutempuh dan setumpuk pengalaman manis dan getir yang kudengar, kulihat dan kurasakan.

Anda pernah dengar kabar perkelahian calo bis antar kota, atau adu jotos nya si polisi cepek di prapatan pas jalanan macet, cekcok mulut tukang ojeg hingga sopir angkot dengan penumpangnya, mobil mewahnya si bos yang baret di gores paku, sampai ke berita tukang parkir yang berantem dengan pengendara motor yang gak mau bayar parkir ?. itu semua gara gara aku. Si duit seCeng yang begitu popular. Hebat sekali rupanya aku ini sampai sebegitunya dunia orang kecil dibuatnya karena ku.

Hebatnya lagi. Tampang ku ini juga sanggup mengubah dunia si kecil yang sedang murung tak punya uang jajan langsung ceria ketika bertemu denganku. Karenaku dia bisa mengantongi beberapa biji permen kesukaannya. Aku juga mampu membuat tersenyum puluhan, ratusan bahkan ribuan anak anak yatim piatu di berbagai panti masih bisa merasakan indahnya dunia, berkat ku yang dilempar tanpa peduli oleh pemilik ku ke para penggalang dana sukarela untuk panti asuhan di jalanan, atau ke kotak amal kusam di emperan ruko.

Aku juga yang paling populer disebut oleh para pengamen jalanan di ahir pidato singkat mereka. paling populer di lidah para peminta minta. Aku juga yang paling sering menikmati indahnya alunan kitab suci yang sedang dibacakan oleh qori cilik menjelang magrib di mushola pinggiran kampung. Aku juga yang paling sering menyaksikan pria pria penuh duka menitikkan air mata di gelap malam yang sunyi di surau dan masjid terpencil di gang sempit, mengadukan nasip malangnya kepada yang kuasa. Karena aku yang paling sering mondar mandir keluar masuk dari kencleng satu ke kencleng lain nya. Kadang sedih juga menyadari kenyataan bahwa di dalam kencleng kencleng masjid yang tak jarang sudah ditulis “betapa besarnya faedah sodaqoh” tapi tetap saja jenis ku dan jenis recehan yang menjadi penghuni tetap kotak kotak amal itu.

Namun begitu aku bersyukur karena takdirku tidak untuk berkelana ke tempat tempat hiburan malam yang tak jarang penuh maksiat. Gayus tak doyan dengan jenisku, Nazarudin pastinya tak butuh jenisku untuk ber-skype dengan topi anyaman-nya dari tempat yang katanya jauh dari sini tapi sayup sayup terdengar suara penjual roti buatan dalam negeri ?. Para koruptor, penjahat berdasi, perampok anggaran negara, penjahat nurani, hingga penjahat konstitusi juga tak pernah mempetimbangkan untuk membawa bawa aku. Aku adalah benda hina dalam dompet dan otak mereka.

Aku bersyukur dapat berakrab akrab dengan anak anak yatim kesayangan nabi. Dapat berlama lama di masjid rumah ilahi. Dapat memberi senyum kepada anak anak anak soleh harapan negeri. Tak ada yang kusesali dengan perjalanan nasibku. Kalaulah suatu hari nanti aku harus kembali lagi ke peruri masuk ke dalam mesin pelebur untuk di cetak kembali. Aku sama sekali tak berminat untuk memohon agar aku dilahirkan kembali sebagai gocengan, cebanan atau yang lebih tinggi lagi. Bagiku ini hidupku dan pastinya ilahi telah memilihkan yang terbaik bagiku, karena dia yang maha arif lagi bijaksana.

Satu harapanku, semoga mulai hari ini semakin banyak saudara saudara ku dari kasta yang lebih tinggi dari ku hingga kasta tertinggi yang ditakdirkan betah di dalam kotak amal, di redhokan oleh pemiliknya di lempar kan ke dalam kencleng seperti melepaskan kotoran di toilet tanpa sudi untuk melihat apalagi memikirkannya lagi, layaknya yang biasa mereka lakukan padaku.

No comments:

Post a Comment